Rasulan

Admin SID 01 Agustus 2019 10:29:06 WIB

            Karangwetan (29-07-2019), Rasulan atau bersih dusun nampaknya sudah sangat familiar bagi semua orang, terutama masyarakat desa Semugih khususnya. Rasulan sendiri mempunyai makna “ngeling-eling utawi nguri-uri kabudayan warisan poro leluhur lan mengeti dino lairipun dusun “, ujar Suparman selaku dukuh Karangwetan yang menjabat saat ini.

Kikis Wetan terbentuk atau lahir pada hari Senin Kliwon tahun 1858 dengan Tro Wojoyo sebagai Bekel, dan tidak lama setelah menjabat sebagai Bekel Kikis Wetan berganti nama menjadi Karangwetan. Bekel merupakan sebutan untuk beliau yang menjabat sebagai dukuh di suatu wilayah tertentu. Dengan berkembangnya jaman, Karangwetan saat ini sudah mengalami banyak sekali kemajuan di  bidang pendidikan, pertanian, ekonomi, dan sumber daya manusia, namun budaya rasulan/bersih dusun tetap melekat hingga sekarang.

            Peringatan ataupun kemeriahan bersih dusun Karangwetan selalu dilaksanakan tiap tahunnya dan jatuh pada bulan Besar dalam kalender jawa. Acara yang digelar pun bervariasi, adapun macamnya adalah turnamen bola volly plastik yang diadakan selama seminggu penuh menjelang puncak acara bersih dusun. Sedangkan pada malam menjelang puncak perayaan terdapat suguhan pentas seni musik dangdut bagi kawula muda.

Klimaks prosesi rasulan Karangwetan ditandai dengan Kirab budaya “Sri Sadana”. Dimulai dengan penyerahan rangkaian Sri Sadana oleh Ki Ngatman selaku sesepuh dusun Karangwetan sebagai simbol hasil panen ditahun ini dan juga penyerahan pusaka tombak Kyai Kerto, Kyai Suta, Nyai Jlitheng dan Kyai Taruna oleh Agung Danarta selaku camat Rongkop  saat ini, sebagai tanda dimulai nya prosesi arak-arakan kirab budaya.

Seusai arak-arakan kirab budaya yang mengusung berbagai gunungan dimana mayoritas terbuat dari sayur dan buah pun diperebutkan warga. Konon cerita berkah rasulan/bersih dusun ada di gunungan buah dan sayur tersebut. Sehingga baanyak warga yang berjubel berebut sayuran dan buah-buahan. Tak sampai disitu, selesai kirab masih digelar acara pementasan kesenian jathilan/kuda lumping yang berlanjut dengan pementasan kesenian wayang kulit pada malam harinya.

Bagaimanapun juga warisan budaya leluhur/nenek moyang hendaknya selalu kita ingat dan menjadi suri tauladan ke anak cucu.

 

 

(ags/red).

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung